UU Pengelolaan Keuangan Haji Digugat ke Mahkamah Konstitusi



UU Pengelolaan Keuangan Haji Digugat ke Mahkamah Konstitusi


portalreligi - Jakarta, Pemerintah berencana menginvestasikan dana haji ke sektor infrastruktur. Untuk itu pemerintah menggunakan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Undang-undang ini digugat oleh calon jemaah haji Indonesia yang sudah mendaftar sejak tahun 2008 dari Jawa Timur, Muhammad Soleh, ke Mahkamah Konstitusi. Secara spesifik, Soleh mengajukan uji materi Pasal 24 huruf a, Pasal 46 ayat (2), Pasal 48 ayat (1).
"Dengan pemohon menyetor Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) seharusnya mendapatkan perlindungan keuangan dan kepastian hukum agar uang pemohon tidak digunakan oleh BPKH untuk investasi, sebagaimana dijamin oleh Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945," kata Soleh di Gedung MK, Rabu, 9 Agustus 2017.
Soleh menjelaskan pemerintah tidak bisa menginvestasikan dana haji dalam bentuk apapun. Sebab, calon haji memberikan uangnya pada pemerintah untuk berangkat haji bukan untuk diinvestasikan.
"Tujuannya, kata pemerintah menghindari antrean. Duit menumpuk daripada dikorupsi mending diinvestasikan. Bagi kami itu salah. Karena calon haji nggak memberikan mandat untuk dikelola, tapi untuk daftar haji. Maka kita minta uang dikembalikan semua," paparnya.
Ia menambahkan selama ini calon jemaah haji tidak pernah diberikan pemberitahuan bila dana mereka akan dikelola untuk investasi. Hal ini dikarenakan orang datang mendaftar pasti untuk beribadah haji bukan menginvestasikan uang mereka.
"Nggak ada jemaah yang mendaftar lalu dikasih form, misalnya nanti dananya dikelola. Orang datang itu untuk pergi haji bukan diinvestasikan. Kedua, bentuk investasi apapun selalu ada risiko," ucapnya.
Pelanggaran Konstitusi
Atas dasar itu ia menganggap langkah negara yang akan menginvestaikan dana haji ke sektor infrastruktur sebagai pelanggaran konstitusi.  Alasannya, dana haji yang berasal dari setoran awal para calon jamaah haji adalah murni uang calon haji yang tidak boleh dipindahtangankan atau dimanfaatkan untuk kepentingan lain tanpa persetujuan pemiliknya.
"Karena itu, saya menyatakan Pasal 24 huruf a, Pasal 46 Ayat (2) dan Pasal 48 ayat (1) UU No 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 No 296) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," jelasnya.
Selain itu ia mengkritik Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengamini keinginan pemerintah tersebut. "Sayangnya lembaga keagamaan tidak melihat sebagai pelanggaran hukum, tapi daripada uang menumpuk dan di korupsi mending diinvestasikan. Ini ada kesalahan berpikir," kata Soleh. (ren)


0 komentar: