Rapat Kerja Pembahasan Biaya Operasional Haji 1439H/2018M
Rapat Kerja Pembahasan Biaya Operasional Haji 1439H/2018M |
portalreligi : Jakarta (Kemenag) - Komisi VIII DPR RI dan Pemerintah dalam hal
ini Kementerian Agama menggelar rapat kerja (raker) membahas Perubahan
Biaya Operasional Haji 1439H/2018M.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pemerintah
dan Komisi VIII DPR RI menyepakati terkait dengan upaya mengatasi
persoalan adanya selisih kurs antara Saudi Arabia Riyal (SAR) dengan
Rupiah yang ketika penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH)
lalu dibayarkan dengan rupiah dan saat itu nilai kursnya tidak
sebagaimana saat ini.
“Komisi VIII DPR RI menyetujui bahwa selisih kurs itu akan
dibayarkan dari nilai manfaat yang didapat dari dana optimalisasi yang
besarannya akan dimasukkan ke dalam saveguarding,” demikian disampaikan
Menag usai Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR RI membahas Perubahan
Biaya Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1439H/2018M di
Gedung DPR RI Komplek Parlemen Jakarta, Kamis (24/05).
“DPR bisa memahami kondisinya, kemudian menyetujui bahwa
selisih kurs itu akan dibayarkan dari nilai manfaat yang didapat dari
dana optimalisasi yang besarannya akan dimasukkan ke dalam saveguarding
yang sifatnya sesuai realisasinya nanti. Artinya kalau tidak digunakan
seluruhnya maka sisa dana yang ada dalam saveguarding itu bisa kembali
dimasukkan ke kas haji untuk digunakan tahu-tahun yang akan datang,”
lanjutnya.
Pemerintah dan Komisi VIII DPR RI sebelumnya menyepakati
bahwa asumsi nilai tukar Rupiah dengan Saudi Arabia Riyal (SAR) dalam
BPIH Tahun 1439H/2018M berubah dari SAR1=Rp3.570 menjadi sebesar
SAR1=Rp/3.850.
Selain itu, dalam salah satu kesimpulan raker, Komisi VIII
DPR RI juga menyetujui usulan pemerintah mengenai Indirect Cost BPIH
Khusus tahun 1439H/2018M.
Selanjutnya, Komisi VIII DPR RI juga mendorong Kementerian
Agama untuk mempercepat Keputusan Presiden mengenai besaran Indirect
Cost BPIH tahun 1439H/2018M.
Hadir mendampingi Menag, Dirjen PHU M Nizar, Irjen Kemenag
Nur Kholis Setiawan, pejabat eselon II Ditjen PHU. Tampak hadir Kepala
Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu.
Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
UU Nomor 34 Tahun 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI
Surat Keputusan Bersama (SKB) Cuti Bersama tahun 2018
JAKARTA: Berikut daftar hari libur nasional 2018 yang tertera dalam surat Surat Keputusan Bersama (SKB) Cuti Bersama tahun 2018:
- Senin, 1 Januari 2018 : Tahun Baru 2018 Masehi
- Jumat, 16 Februari 2018 : Tahun Baru Imlek 2569 Kongzili
- Sabtu, 17 Maret 2018 : Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1940
- Jumat, 30 Maret 2018 : Wafat Isa Almasih
- Sabtu, 14 April 2018 : Isra Miraj Nabi Muhammad SAW
- Selasa, 1 Mei 2018 : Hari Buruh Internasional
- Kamis, 10 Mei 2018 : Kenaikan Isa Almasih
- Selasa, 29 Mei 2018 : Hari Raya Waisak 2562
- Jumat, 1 Juni 2018 : Hari Lahir Pancasila
- Jumat-Sabtu, 15-16 Juni 2018: Hari Raya Idul Fitri 1439 Hijriah
- Jumat, 17 Agustus 2018 : Hari Kemerdekaan Republik Indonesia
- Rabu, 22 Agustus 2018 : Hari Raya Idul Adha 1439 Hijriah
- Selasa, 11 September 2018 : Tahun Baru Islam 1440 Hijriah
- Selasa, 20 November 2018 : Maulid Nabi Muhammad SAW
- Selasa, 25 Desember 2018 : Hari Raya Natal
Sementara itu, untuk cuti bersama tahun 2018 adalah:
- 11, 12, 13, 14, 18 Juni 2018 : Hari Raya Idul Fitri 1439 Hijriah
- 24 Desember 2018 : Hari Raya Natal
Dalam SKB Tiga Menteri yang ditetapkan tanggal 22 September 2017 lalu, cuti bersama Idul Fitri ditetapkan pada tanggal 13, 14, 18, dan 19 Juni 2018. Melalui SKB Tiga Menteri yang baru, nomor 223/2018, nomor 46/2018, dan nomor 13/2018, libur lebaran ditambah dua hari sebelumnya, yaitu tanggal 11 dan 12 Juni 2018, serta satu hari sesudahnya, pada tanggal 20 Juni 2018.
Kajian RUU Kerukunan Umat Beragama
Download Kajian RUU Kerukunan Umat Beragama
(Naskah Sekretariat DPR RI)
oleh:
Dr. Rudi Subiyantoro, M.Pd
PUSAT KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KEMENTERIAN AGAMA RI
UU Pengelolaan Keuangan Haji Digugat ke Mahkamah Konstitusi
UU Pengelolaan Keuangan Haji Digugat ke Mahkamah
Konstitusi
portalreligi - Jakarta, Pemerintah
berencana menginvestasikan dana haji ke sektor infrastruktur. Untuk itu pemerintah
menggunakan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan
Haji.
Undang-undang ini digugat
oleh calon jemaah haji Indonesia yang sudah mendaftar sejak tahun 2008 dari
Jawa Timur, Muhammad Soleh, ke Mahkamah Konstitusi. Secara spesifik, Soleh
mengajukan uji materi Pasal 24 huruf a, Pasal 46 ayat (2), Pasal 48 ayat (1).
"Dengan pemohon
menyetor Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) seharusnya mendapatkan
perlindungan keuangan dan kepastian hukum agar uang pemohon tidak digunakan
oleh BPKH untuk investasi, sebagaimana dijamin oleh Pasal 28 D ayat (1) UUD
1945," kata Soleh di Gedung MK, Rabu, 9 Agustus 2017.
Soleh menjelaskan
pemerintah tidak bisa menginvestasikan dana haji dalam bentuk apapun. Sebab,
calon haji memberikan uangnya pada pemerintah untuk berangkat haji bukan untuk
diinvestasikan.
"Tujuannya, kata
pemerintah menghindari antrean. Duit menumpuk daripada dikorupsi mending
diinvestasikan. Bagi kami itu salah. Karena calon haji nggak memberikan mandat
untuk dikelola, tapi untuk daftar haji. Maka kita minta uang dikembalikan
semua," paparnya.
Ia menambahkan selama ini
calon jemaah haji tidak pernah diberikan pemberitahuan bila dana mereka akan
dikelola untuk investasi. Hal ini dikarenakan orang datang mendaftar pasti
untuk beribadah haji bukan menginvestasikan uang mereka.
"Nggak ada jemaah
yang mendaftar lalu dikasih form, misalnya nanti dananya dikelola. Orang datang
itu untuk pergi haji bukan diinvestasikan. Kedua, bentuk investasi apapun
selalu ada risiko," ucapnya.
Pelanggaran Konstitusi
Atas dasar itu ia
menganggap langkah negara yang akan menginvestaikan dana haji ke sektor
infrastruktur sebagai pelanggaran konstitusi. Alasannya, dana haji yang
berasal dari setoran awal para calon jamaah haji adalah murni uang calon haji
yang tidak boleh dipindahtangankan atau dimanfaatkan untuk kepentingan lain
tanpa persetujuan pemiliknya.
"Karena itu, saya
menyatakan Pasal 24 huruf a, Pasal 46 Ayat (2) dan Pasal 48 ayat (1) UU No 34
tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2014 No 296) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,"
jelasnya.
Selain itu ia mengkritik
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengamini keinginan pemerintah tersebut.
"Sayangnya lembaga keagamaan tidak melihat sebagai pelanggaran hukum, tapi
daripada uang menumpuk dan di korupsi mending diinvestasikan. Ini ada kesalahan
berpikir," kata Soleh. (ren)
Keppres BPIH Terbit, Ini Daftar Biaya Haji per Embarkasi
Jakarta (Kemenag) --- Keputusan Presiden (Keppres) tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 1439H/2018M sudah terbit. Keppres No 7 tahun 2018 ini ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 10 April 2018.
portalreligi - Kementerian Agama, melalui Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Ahda Barori mengatakan bahwa
Keppres ini mengatur dua hal pokok, yaitu: 1) besaran BPIH untuk jemaah haji
reguler di setiap embarkasi; dan 2) besaran BPIH untuk Tim Pemandu Haji Daerah
(TPHD) per embarkasi.
“BPIH jemaah haji reguler digunakan untuk biaya penerbangan haji,
sebagian biaya pemondokan di Makkah, dan biaya hidup (living cost),” terang
Ahda Barori, di Jakarta, Selasa (10/04).
“BPIH TPHD digunakan untuk biaya penerbangan haji, biaya
pemondokan di Makkah, biaya pemondokan di Madinah, biaya hidup (living cost),
biaya pelayanan haji di luar negeri, dan biaya pelayanan haji di dalam negeri,”
sambungnya.
Menurut Ahda, jemaah haji reguler sudah membayar setoran awal
sebesar Rp25juta. Untuk itu, uang yang harus disetorkan adalah sebesar selisih
dana setoran awal dengan BPIH yang telah ditetapkan per embarkasi. “Dana
tersebut disetorkan ke rekening atas nama Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)
pada Bank Penerima Setoran BPIH yang ditunjuk oleh BPKH,” tutur Ahda.
Di singgung mengenai pelunasan, Ahda mengatakan bahwa pihaknya
saat ini tengah menyiapkan Keputusan Menteri Agama dan Keputusan Dirjen
Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang mengatur teknisnya. Ahda berharap kedua
regulasi ini bisa selesai pada minggu ini sehingga waktu pelunasan BPIH bagi
jemaah haji reguler dan TPHD bisa segera diumumkan.
Berikut ini daftar BPIH jemaah haji reguler per embarkasi:
1. Embarkasi Aceh_Rp31.090.010,-
2. Embarkasi Medan_Rp31.840.375,-
3. Embarkasi Batam_Rp32.456.450,-
4. Embarkasi Padang_Rp33.068.245,-
5. Embarkasi Palembang_Rp33.529.675,-
1. Embarkasi Aceh_Rp31.090.010,-
2. Embarkasi Medan_Rp31.840.375,-
3. Embarkasi Batam_Rp32.456.450,-
4. Embarkasi Padang_Rp33.068.245,-
5. Embarkasi Palembang_Rp33.529.675,-
6. Embarkasi Jakarta (Pondok Gede)_Rp34.532.190,-
7. Embarkasi Jakarta (Bekasi)_Rp34.532.190,-
8. Embarkasi Solo_Rp35.933.275,-
9. Embarkasi Surabaya_Rp36.091.845,-
10. Embarkasi Banjarmasin_Rp38.157.084,-
7. Embarkasi Jakarta (Bekasi)_Rp34.532.190,-
8. Embarkasi Solo_Rp35.933.275,-
9. Embarkasi Surabaya_Rp36.091.845,-
10. Embarkasi Banjarmasin_Rp38.157.084,-
11. Embarkasi Balikpapan_Rp38.525.445,-
12. Embarkasi Makassar_Rp39.507.741,-
13. Embarkasi Lombok_Rp38.798.305,-
12. Embarkasi Makassar_Rp39.507.741,-
13. Embarkasi Lombok_Rp38.798.305,-
Berikut ini daftar BPIH bagi TPHD per embarkasi:
1. Embarkasi Aceh_Rp58.796.855,-
2. Embarkasi Medan_Rp59.547.220,-
3. Embarkasi Batam_Rp60.163.295,-
4. Embarkasi Padang_Rp60.775.090,-
5. Embarkasi Palembang_Rp61.236.520,-
1. Embarkasi Aceh_Rp58.796.855,-
2. Embarkasi Medan_Rp59.547.220,-
3. Embarkasi Batam_Rp60.163.295,-
4. Embarkasi Padang_Rp60.775.090,-
5. Embarkasi Palembang_Rp61.236.520,-
6. Embarkasi Jakarta (Pondok Gede)_Rp62.239.035,-
7. Embarkasi Jakarta (Bekasi)_Rp62.239.035,-
8. Embarkasi Solo_Rp63.640.120,-
9. Embarkasi Surabaya_Rp63.798.690,-
10. Embarkasi Banjarmasin_Rp65.863.929,-
7. Embarkasi Jakarta (Bekasi)_Rp62.239.035,-
8. Embarkasi Solo_Rp63.640.120,-
9. Embarkasi Surabaya_Rp63.798.690,-
10. Embarkasi Banjarmasin_Rp65.863.929,-
11. Embarkasi Balikpapan_Rp66.232.290,-
12. Embarkasi Makassar_Rp67.214.586,-
13. Embarkasi Lombok_Rp66.505.150,-
12. Embarkasi Makassar_Rp67.214.586,-
13. Embarkasi Lombok_Rp66.505.150,-
Din Syamsuddin : Antara Khilafah Modern dan Vatikan
portalreligi - Jakarta : Khilafah adalah
salah satu ajaran sentral Islam yg bersumber dari al-Qur'an dan al-Hadits (maka
seorang Muslim tidak boleh menafikannya).
Bahwa manusia adalah khalifah/wakil Tuhan di
muka bumi (khalifatullah fil ardh) luas disepakati oleh ulama pramodern dan
modern.
Hal ini membawa pemahaman bahwa misi keilahian
manusia adalah membangun bumi, mengembangkan peradaban dunia utk kemaslahatan
kemanusiaan. Konsep "khilafatullah fil ardh/kekuasaan Tuhan di bumi (God's
Vicegerency on Earth)" bisa dibandingkan dgn konsep Kristiani ttg
"Kerajaan Tuhan" (Christendom).
Bahwa khilafah dipahami sebagai
"kekuasaan politik/political authority" atau "lembaga
politik-pemerintahan/political institution" tidak menjadi kesepakatan
ulama; hanya beberapa ulama yang berpendapat demikian seperti Rasyid Ridha (w.
1935), Abul Kalam Azad (w. 1958), dan An-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir, (w.
1977).
Mereka menginginkan Sistem Khilafah didirikan
kembali sejak pembubaran Kekhalifahan Utsmany oleh Kemal Ataturk di Istanbul
pada 1924.
Pendirian Khilafah sebagai lembaga dan sistem
politik sudah lama dikritik termasuk oleh Ibnu Khaldun (w. 1406), Abduh (w.
1905), dan Ali Abd Raziq (w. 1960), bahwa khilafat historis yang pernah ada
setelah masa Khulafaur Rasyidun adalah sesungguhnya kerajaan, dan Islam tidak
membawa konsep tentang bentuk/sistem
pemerintahan tertentu.
Maka tidak ada kewajiban mendirikan khilafah
sebagai lembaga politik-kekuasaan.
Jika konsep khilafah Hizbut Tahrir dimaksud
sebagai lembaga politik-kekuasaan, maka itu bukan merupakan kesepakatan jumhur
ulama.
Pendirian khilafah sebagai lembaga
politik-kekuasaan pada era modern adalah tidak valid dan realistik, karena
negara-negara Muslim sudah terbentuk sbg negara-bangsa (nation-state) dalam
bentuk/sistem pemerintahan yg beragam.
Negara Pancasila adalah kesepakatan bangsa
Indonesia (Muktamar Muhammadiyah Tahun 2015 menegaskan Negara Pancasila sebagai
Darul Ahdi was Syahadah atau Negara Kesepakatan dan Kesaksian).
Dokumen itu berasal dari pidato saya pada 1
Juni 2012 di MPR-RI dengan tajuk serupa. Maka, seluruh komponen bangsa harus
menegakkannya, dan terhadap segala bentuk penyimpangan dan pelanggaran terhadap
Pancasila harus diluruskan.
Dalam hal ini, terdapat banyak bentuk
penyimpangan , baik yang bersifat keagamaan seperti khilafah politik, maupun
isme-isme lain seperti komunisme, sekularisme, liberalisme, kapitalisme, dan
berbagai bentuk ekstrimisme lainnya.
Khilafah sebagai ajaran Islam yang mulia tidak
boleh dinafikan khususnya oleh umat Islam. Maka diperlukan penafsiran baru yang
kontekstual terhadap khilafah, khususnya dalam konteks NKRI yang berdasarkan
Pancasila:
a. Khilafah dapat dipahami membawa pesan
kesatuan, persatuan, dan kebersamaan umat Islam secara nasional, maka di
Indonesia dapat dan telah mengambil bentuk Majelis Ulama Indonesia/MUI yang
dapat berfungsi sebagai organisasi payung atau tenda besar bagi seluruh umat
Islam.
b. Secara global, khilafah sudah mengambil
bentuk, pada tingkat pemerintahan, Organisasi Kerjasama Islam/OKI, dan pada
tingkat umat, Liga Muslim Sedunia (Rabithah 'Alam Islamy).
c. Pada kedua manifestasi khilafah tsb, dengan
esensi persatuan keumatan/ukhuwah Islamiyah, tidak boleh mengingkari, mengubah,
atau mengganti sistem politik dan pemerintahan yg ada, yakni Negara Pancasila.
Dalam latar pemikiran di atas saya memahami
(dan sering dibicarakan pada fora internasional) bahwa konsep khilafah yang
bersifat mondial dapat diwujudkan dalam bentuk persatuan dan kebersamaan umat Islam
dalam kemajemukan warna kulit, bahasa dan budaya yang mencerminkan kesatuan
visi kehidupan/peradaban global berdasarkan nilai-nilai Islam.
Dalam hal ini, konsep khilafah dapat
diterapkan dalam bentuk adanya lembaga mondial yg mempersatukan seluruh umat
Islam, seperti Vatikan mempersatukan umat Katholik sedunia.
Umat Katholik di negara mana pun sangat tunduk
dan patuh kpd Vatikan, tanpa mengabaikan sistem nasional masing-masing bangsa.
Saya mengusulkan kpd umat Islam termasuk kepada Hizbut Tahrir utk mentransformasi
"khilafah 'alamiyah" mereka ke dalam bentuk seperti Vatikan.
Dalam pemahaman saya, dalam interaksi aktif
dengan Vatikan beberapa tahun terakhir ini, Vatikan adalah lembaga sangat
berpengaruh, baik dalam urusan keagamaan maupun non keagamaan, termasuk
ekonomi, politik, dan budaya.
Memang Vatikan memisahkan antara agama dan
politik, tapi Vatikan "berfungsi dan diperlakukan sebagai negara".
Buktinya, ada Kedutaan Besar Takhta Suci di
banyak negara termasuk Indonesia, dan ada Kedutaan Besar banyak negara termasuk
Indonesia di Vatikan (kebetulan saya sering berkunjung ke sana).
Kedutaaan-kedutaan itu mengurusi
masalah-masalah bilateral baik keagamaan, maupun politik, ekonomi, dan budaya.
Vatikan juga terlibat dalam banyak masalah peradaban, seperti konflik,
kemiskinan, pengungsi, dan SDGs.
Saya sering hadir di Vatikan dan bertemu Paus
Benediktus XVI dan Paus Fransiscus dalam fora interfaith dialogue tentang
masalah yang lebih luas dari isu-isu keagamaan sempit, seperti terakhir tentang
climate change and global warming (bahkan menjadi anggota Grup Ethics in Action
untuk environment di bawah kendali Pointifical Academy of Science).
Saya berpedapat, bagi umat Islam yang ingin
membentuk khilafah mondial dapat meniru Vatikan dengan mentransformasi konsep
khilafah ke dalam suatu lembaga mondial tanpa menegasi sistem nasional
masing-masing negara (walau tidak semua Muslim mau bergabung).
Saya pribadi melihat bahwa hal itu tidak mudah
karena watak umat Islam, khususnya Sunni, kurang bersifat faternalistik dan
sentralistik, serta otonomi/egoisme masing-masing-masing bangsa bahkan
organisasi sangat kuat.
Namun, semangat Kekatholikan atau Budaya
Vatikan yang mampu merajut kesatuan, persatuan, dan kebersamaan bagus ditiru.
Mungkin, kekhalifah- Islamiyahan baru memerlukan "unifying, moderating,
and mediating force" seperti itu.
Mungkin itu solusi terhadap masalah hubungan
khilafah dan Negara Pancasila; khilafah tidak diabaikan tapi Negara Pancasila
tetap ditegakkan. Dan sedari dulu, bagi umat Islam, integrasi wawasan keagamaan
dan wawasan keindonesiaan sudah melekat.
* Din Syamsuddin: Ketua Dewan Pertimbangan MUI
dan Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah
Sumber :
http://www.tribunnews.com
Editor: Hasanudin Aco
BESARAN BIAYA UMROH TELAH DITETAPKAN, INI BESARANNYA
ilustrasi kantor Kementerian Agama |
Jakarta --- Pemerintah melalui Kementerian Agama telah menetapkan besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Umrah Referensi (BPIU Referensi) sebesar Rp20juta. Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama No 221 tahun 2018 tentang BPIU Referensi.
“KMA BPIU Referensi sudah terbit per 13 April 2018. Kini sudah ada BPIU Referensi sebesar Rp20juta,” terang Direktur Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim di Jakarta, Selasa (17/04).
Menurut Arfi, BPIU Referensi akan menjadi pedoman Kementerian Agama dalam melakukan pengawasan dan pengendalian kepada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Pengawasan yang dilakukan utamanya terkait layanan yang diberikan kepada jemaah umrah yang harus memenuhi standar pelayanan minimal.
“BPIU Refenresi menjadi pedoman pengawasan, klarifikasi, sekaligus investigasi terkait harga paket umrah yang ditawarkan PPIU,” ujarnya.
Bagi PPIU, BPIU Referensi juga bisa digunakan sebagai acuan dalam menetapkan harga paket sesuai standar pelayanan minimal. Sebab, PPIU dalam menetapkan biaya umrah memang harus sesuai standar pelayanan minimal.
“Bagi masyarakat, BPIU Referensi berguna sebagai acuan dalam menimbang harga paket yang ditawarkan PPIU,” tandasnya.
Biaya referensi ini, lanjut Arfi, dihitung berdasarkan standar pelayanan minimal jemaah umrah di Tanah Air, dalam perjalanan, selama di Arab Saudi. Untuk transportasi, dihitung dari Bandara Soekarno Hatta ke Arab Saudi dan dari Arab Saudi ke Bandara Soekarno Hatta.
“BPIU Referensi bukan biaya minimal. Jika ada PPIU yang menetapkan BPIU di bawah besaran BPIU Referensi, maka dia wajib melaporkan secara tertulis kepada Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah,” jelasnya.
“Laporan dilakukan sebelum penjualan tiket umrah kepada jemaah dengan memberikan penjelasan rinci terkait transportasi, akomodari, bimbingan, kesehatan, perlindungan, dan administrasi,” lanjutnya.
Arfi menegaskan, terbitnya KMA BPIU Referensi ini akan menjadi pedoman dasar Kemenag dalam melakukan pengawasan kepada PPIU. BPIU Referensi ini juga akan diintegrasikan dengan Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Sipatuh) yang sedang dikembangkan Kemenag.
“Kami minta kepada seluruh Kanwil Kemenag Provinsi dan Kankemenag Kab/Kota untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap harga dan paket yang ditawarkan PPIU dengan mempedomani KMA ini,” tandasnya.
250 Pemuka Agama Rumuskan Enam Poin Etika Kerukunan Umat Beragama
Para Pemuka Agama Foto bersama Presiden
portalreligi - NKRI selalu diuji keutuhannya. Hal ini terlihat dari begitu
maraknya tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama. Menyikapi fenomena sosial
tersebut, sebanyak 250 pemuka agama bertemu dengan Presiden Joko Widodo di
Istana Bogor untuk menyampaikan rumusan etika antar umat beragama pada sabtu
sore (10/2).
Ikut mendampingi Presiden saat
menerima para tokoh agama, Menko Polhukam Wiranto, Menteri Agama Lukman Hakim
Saifuddin dan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antar-agama
dan Peradaban Din Syamsuddin.
Menteri Agama, Lukman Hakim Saefudin,
menjelaskan bahwa ada enam point penting yang telah dirumuskan. Rumusan itu menekankan
pada pentingnya sikap saling menghormati dan menghargai antar pemeluk agama.
“Rumusan ini penting dipahami dan
ditaati dalam menjaga kerukunan Indonesia yang majemuk,” tegasnya dilansir dari
kemenag.go.id.
Berikut ini enam rumusan Pandangan
dan Sikap Umat Beragama tentang Etika Kerukunan Antar Umat Beragama :
1. Setiap pemeluk agama memandang pemeluk agama
lain sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan dan saudara sebangsa.
2. Setiap pemeluk agama memperlakukan pemeluk
agama lain dengan niat dan sikap baik, empati, penuh kasih sayang, dan sikap
saling menghormati.
3. Setiap pemeluk agama bersama pemeluk agama
lain mengembangkan dialog dan kerjasama kemanusiaan untuk kemajuan bangsa.
4. Setiap pemeluk agama tidak memandang agama
orang lain dari sudut pandangnya sendiri dan tidak mencampuri urusan internal
agama lain.
5. Setiap pemeluk agama menerima dan menghormati
persamaan dan perbedaan masing-masing agama dan tidak mencampuri wilayah
doktrin/akidah/keyakinan dan praktik peribadatan agama lain.
6. Setiap pemeluk agama berkomitmen bahwa kerukunan
antar umat beragama tidak menghalangi penyiaran agama, dan penyiaran agama
tidak menggangu kerukunan antar umat beragama.
Tekankan Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pengelolaan Dana Haji
portalreligi - Presiden Joko Widodo bersama
Wakil Presiden Jusuf Kalla dan jajaran terkait menggelar rapat terbatas
membicarakan tentang pengelolaan dana haji. Pembahasan tersebut dilakukan di
Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 26 April 2018.
Sebelum menerima laporan dari
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengenai kepercayaan yang telah diberikan
umat untuk mengelola dana, Kepala Negara menekankan bahwa prinsip transparansi
dan akuntabilitas harus dikedepankan.
“Tentu saja kita ingin
(pengelolaan) yang transparan dan akuntabel. Karena ini sangat penting dalam
mengikuti prinsip-prinsip syariah yang ada,” ujarnya.
Selepas pembahasan
yang berlangsung selama kurang lebih satu jam, Menteri Agama Lukman Hakim
Saifuddin menjelaskan bahwa dalam pembahasan itu, pihaknya membicarakan seputar
persiapan penyelenggaraan haji tahun 2018 ini. Menurutnya, persiapan
penyelenggaraan hingga saat ini sesuai dengan yang direncanakan.
“Prinsipnya, berbagai persiapan
selama di Tanah Suci alhamdulillah sudah mendekati final,” ujar Lukman.
Selain itu, dibahas pula
tentang kemungkinan penggunaan dana-dana haji yang lebih efektif, sehingga
penggunaannya tidak hanya untuk jemaah haji, tapi juga berbagai kepentingan umat
Islam secara keseluruhan.
“Bapak Presiden intinya
menekankan bahwa investasi itu selain harus betul-betul dilakukan dengan
prinsip syariah dan kehati-hatian, juga harus memilih yang paling kecil
risikonya dan bisa mendapat manfaat yang sebesar-besarnya,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Badan
Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu dalam kesempatan yang sama menjelaskan bahwa
program investasi yang akan dilakukan terdiri atas dua jenis: investasi di Arab
Saudi dan Indonesia. Hal itu dilakukan agar biaya yang diperlukan untuk
penyelenggaraan ibadah haji menjadi lebih efisien.
“Tahun 2019 kita akan
melakukan investasi supaya biaya ibadah haji lebih efisien dan jemaah lebih
nyaman, serta seluruh kontrak-kontrak pemondokan dilakukan lebih awal dan tidak
lagi dilakukan hanya satu tahun saja,” ucapnya.
Mengenai investasi di
Indonesia, BPKH telah melakukan penandatanganan dengan PINA (Pembiayaan
Investasi Non Anggaran Pemerintah) yang dikelola Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional. Melalui PINA, investasi yang dilakukan akan dipastikan
hanya kepada proyek-proyek yang memiliki risiko rendah, menghasilkan keuntungan
yang optimal, serta berprinsip syariah.
“Kalau di Arab Saudi jelas
seperti hotel, katering, dan transportasi. Seluruh upaya investasi itu pada
prinsipnya untuk mendukung penyelenggaraan ibadah haji dari Kementerian Agama.
Mudah-mudahan biaya penyelenggaraan haji kita menjadi lebih efisien,” tandas
Anggito.
sumber: presidenri.go.id
Kajian Kritis Toleransi Beragama
Kajian Kritis Tentang Toleransi Beragama Dalam Islam
Ilustrasi Toleransi Beragama |
Anita Khusnun Nisa’
Mahasiswa Prodi Perbandingan Agama, FAI UMSurabaya
M. Wahid Nur Tualeka
Dosen Prodi Perbandingan Agama, FAI UMSurabaya
Download Kajian Tentang Toleransi Beragama
SOLUSI PENGGANTINYA BAGI CALON JEMAAH HAJI WAFAT SEBELUM BERANGKAT
Ilustrasi Jemaah Haji |
portalreligi - JAKARTA : Jakarta (Kemenag) --- Kementerian Agama mengeluarkan kebijakan baru dalam penyelenggaraan jemaah haji 1439H/2018M. Kini, calon jemaah haji yang wafat sebelum keberangkatan, bisa digantikan dengan keluarganya.
“Mulai tahun ini, porsi calon jemaah haji yang wafat sebelum berangkat ke Arab Saudi, bisa digantikan oleh keluarganya ,” terang Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Ahda Barori di Jakarta, Kamis (19/04).
Menurut Ahda, ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nomor 148 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelunasan BPIH Reguler Tahun 1439H/2018M. Berikut ini ketentuan pelimpahan nomor porsi bagi calon jemaah haji yang wafat:
1. Permintaan dari keluarga jemaah yang sudah ditetapkan berhak melunasi, namun wafat sebelum berangkat
2. Kebijakan wafat yang dapat digantikan adalah jemaah yang sudah ditetapkan berhak melunasi BPIH dan waktu wafatnya pasca ditetapkan sebagai berhak lunas tahun berjalan
1. Permintaan dari keluarga jemaah yang sudah ditetapkan berhak melunasi, namun wafat sebelum berangkat
2. Kebijakan wafat yang dapat digantikan adalah jemaah yang sudah ditetapkan berhak melunasi BPIH dan waktu wafatnya pasca ditetapkan sebagai berhak lunas tahun berjalan
3. Orang yang dapat menggantikan calon jemaah wafat adalah suami/istri/anak kandung/menantu. Pengajuan penggantian ini harus diketahui RT, RW, Lurah, dan Camat
4. Verifikasi data pengajuan penggantian dilakukan di Kanwil Kemenag Provinsi dan Direktorat Pelayanan Haji Dalam Negeri Ditjen PHU.
5. Jemaah haji pengganti diberangkatkan pada musim haji tahun berjalan atau tahun berikutnya.
4. Verifikasi data pengajuan penggantian dilakukan di Kanwil Kemenag Provinsi dan Direktorat Pelayanan Haji Dalam Negeri Ditjen PHU.
5. Jemaah haji pengganti diberangkatkan pada musim haji tahun berjalan atau tahun berikutnya.
Ahda menambahkan, calon jemaah haji pengganti harus mengajukan surat permohonan tertulis ke Kantor Kemenag Kab/Kota setempat dengan melampirkan beberapa dokumen. Dokumen dimaksud , yaitu:
1. Asli akta kematian dari Dinas Dukcapil setempat atau Surat Kematian dari Kelurahan/Desa diketahui Camat.
2. Asli surat kuasa penunjukan pelimpahan nomor porsi jemaah wafat yang ditandatangani anak kandung, suami/istri, dan menantu yang diketahui oleh RT, RW, Lurah/Kepala Desa, dan Camat
1. Asli akta kematian dari Dinas Dukcapil setempat atau Surat Kematian dari Kelurahan/Desa diketahui Camat.
2. Asli surat kuasa penunjukan pelimpahan nomor porsi jemaah wafat yang ditandatangani anak kandung, suami/istri, dan menantu yang diketahui oleh RT, RW, Lurah/Kepala Desa, dan Camat
3. Asli surat keterangan tanggung jawab mutlak yang ditandatangani calon jemaah haji penerima pelimpahan nomor porsi jemaah wafat dan bermaterai
4. Asli setoran awal dan atau setoran lunas BPIH
5. Salinan KTP, KK, Akta Kelahiran/Surat Kenal Lahir atau bukti lain yang relevan dengan jemaah haji yang wafat yang dilegalisir dan distempel basah oleh pejabat yang berwenang dengan menunjukan aslinya.
4. Asli setoran awal dan atau setoran lunas BPIH
5. Salinan KTP, KK, Akta Kelahiran/Surat Kenal Lahir atau bukti lain yang relevan dengan jemaah haji yang wafat yang dilegalisir dan distempel basah oleh pejabat yang berwenang dengan menunjukan aslinya.
“Seluruh berkas pendukung harus diverifikasi oleh petugas Kankemenag Kab/Kota, Kanwil, dan Ditjen PHU” tegas Ahda.
Info selengkapnya, sila klik: https://haji.kemenag.go.id/v3/content/keputusan-direktur-jenderal-nomor-148-tentang-petunjuk-pelaksanaan-pelunasan-bpih-reguler
Undang - Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Pemerintah Tetapkan Tambahan 3 Hari Cuti Bersama Lebaran Tahun 2018
Menko Bidang PMK - Puan Maharani |
portalreligi - JAKARTA: Seusai menyaksikan penandatanganan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri tentang libur nasional dan cuti bersama tahun 2018 dan tahun 2019 di kantornya pada Rabu, 18 April 2018. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani menyebutkan bahwa "Salah satu pertimbangan kenapa ditambah cuti bersama yaitu untuk mengurai arus lalu lintas sebelum lebaran dan sesudah mudik lebaran,". Penambahan cuti lebaran tahun 2018 diberikan pada tanggal 11-12 Juni 2018 dan 20 Juni 2018.
Puan berharap waktu libur lebaran itu cukup bagi masyarakat untuk bersilaturahmi pada sebelum dan setelah Idul Fitri. "Semoga semua hal yang dipersiapkan bisa dijalankan dengan baik," kata dia. "Kami berharap apa yang dilakukan saat ini tentu saja bermanfaat bagi masyarakat dalam rangka melakukan silaturahmi."
Saaat ini Penambahan cuti bersama tersebut telah dituangkan dalam SKB tiga menteri dan telah ditandatangani oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, disaksikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Manhaj Islam Washatiyyah
Portalreligi-Jakarta: Pengkajian Ramadhan 1438 H yang di gelar oleh Pimpinan Pusat
Muhammadiyah di UM Jakarta dengan mengangkat tema Muhammadiyah
Memandu Keberagaman yang Mencerahkan, Mencerdaskan dan Berkeadaban turut
menghadirkan ulama besar Indonesia Prof. Dr. H. M. Din Syamsudin, MA. sebagai
pemateri yang membuat kajian tersebut semakin menarik, senin (5/6/17).
Din Syamsudin yang diminta untuk menyampaikan Manhaj
Islam Washatiyyah menerangkan bahwa Islam
Washatiyyahyang telah menjadi predikat dalam Islam diharapkan
menjadi arus utama berjalannya Islam yang diambil saat ini menjadi manhaj
pengkajian dimana jika diterjemahkan disebut Aqidah Tengahan.
Menurut Din Syamsudin terdapat empat hal tentang Islam Washatiyyah yang
pertama Dinnu Rahma (agama sebagai
rahmat), Dinnu Wasalamah (kasih sayang), Dinnu Hadarah (Agama Berkemajuan)
dan Dinul Wasyahadah (agama sebagai
pembuktian dan kesaksian).
Kemudian beliau melanjutkan, jika dikaitkan dengan umat Islam, Islam Washatiyyah menjelaskan umat
islam sebagai umatan Washata.
Kalau predikat lain dalam umat islam dapat dilihat dalam Hadist diantaranya
(Al-Ummah yaitu Komunitas yang mengakui realitas Tuhan / mengakui satu
Keyakinan). Al-ummah adalah sebuah konsep yang dibawakan oleh Muhammad S.A.W.
yang terkonstruk dengan sangat baik di tanah Arab yang begitu kental dengan
kekhilafahan.
Tidak cukup dengan itu, Din Syamsudin menekankan bahwa dalam ilmu
sosiologis satu keturunan dapat disebut jika terdapat hubungan darah. Jika di
Persia kesatuan tanah ditinjau dari garis tempat tinggal yang mengarah lebih
pada asal tanah kelahiran. Maka pertanyaan yang dibangun Rasullullah saat
berada di Madinah adalah membangun suatu Negara atau membangun Masyarakat yang
tidak mengedepankan keduanya.
Din Syamsudin berpendapat bahwa dalam Pandangan Muhammadiyah untuk
menyikapi pertanyaan tersebut yakni dengan menciptakan masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya. Namun kata beliau hal itu juga tidak mengesampingkan Negara karena
Negara juga Penting.
Beliau menambahkan bahwa ungkapan yang sering digunakan dalam bahasa
inggris tentang Islam Washatiyyah adalah
"Moderation and Balance" yang
menjadi jalan tengah tetapi disitu ada keseimbangan. “Moderat dan Keseimbangan
dalam kriteria balance ini perlu kita pahamkan. Jika tidak, maka akan
salah kaprah (salah memaknainya),” tegasnya.
Beberapa kriteria dari Washatiyyah modernis dan moderat tengahan
tersebut diuraikan dengan sangat jelas oleh beliau agar warga muhammadiyah
tidak terjebak ke golongan kanan dan golongan kiri. Karena beliau paham bahwa
dalam Al-Qur'an sudah dijelaskan tentang manusia yang cenderung pada melampui
batas.
Kembali lagi pada washatiyyah dapat dipahami bahwa yang menempuh
jalan tengah dan juga berjalan Lurus. Beginilah islam meninggikan jalan tengah
dan Keadilan. Dalam sejarah Kebangkitan Islam abad ke-6, antara Persia dan
Romawi Byzantium. Yang dapat mengalahkan Perang dingin kedua Kubu itu
antara Persia dan Romawi meruntuhkan perang dingin. Persia ditaklukan di Al
qudsyah.
Din Syamsudin menanamkan nilai – nilai Islam yang mengutamakan makna
keadilan setinggi - tingginya kepada peserta pengkajian PP tersebut. Di dalam Islam Washatiyyah ada al-haq dan
tauhid. Dalam hadist yang paling di Ridhai oleh Allah adalah yang memberikan
ketentraman hati. Maka dari itu mengapa agama islam disebut sebagi Islam Washatiyyah. Karena agama
tidak cenderung kekanan dan ke kiri tetapi berada dalam garis Tengah yang
membentuk keseimbangan.
Beliau kemudian mulai memperkendor suasana dengan menyampaikan nuansa
lain dalam Islam Washatiyyah adalah
toleransi dan keterbukaan, dinni Syahadah sifat testimoni yang bersifat
kesaksian dan Pembuktian dengan Kebudayaan.
Din Syamsudin lalu menyingung mengenai kondisi Indonesia yang sedang
Gonjang - Ganjing, Carut-Marut karena meninggalkan Pancasila pada Sila ke-V
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, sehingga tidak ada kesejahteraan
di Indonesia. Menurut beliau hal tersebutlah yang kemudian mencuatnya persepsi
Agama yang dipisahkan dengan Politik.
“Hal itu tidak boleh karena pada dasarnya seorang Muslim adalah orang
yang baik. Kalau ingin menjadi Pancasialis Sejati maka jadilah seorang yang
agamis. Karena Agama akan menjadi perekat dan perkuat. Terkadang segelintir
orang meremehkan hal ini. Ini juga menjadi Manifestasi Islam Washatiyah sebagai Fungsi
Kebangsaan inilah yang akan meningkatkan wibawa politik umat Islam,” tegasnya
Kemudian beliau menutup uraiannya dengan meluruskan apa yang telah
menjadi kesalahan yang sudah lama bahwa hal itu semua dapat dimulai dengan
bagaimana kita menerima dasar negara, meluruskan cita-cita negara dengan
meluruskan kiblat bangsa, menjadikan islam sebagai landasan sehingga kita
menjadi upaya perisai dari ancaman dari luar.
Sumber : Universitas Muhammadiyah Metro
Kontributor
: Harbi Gemeli Putra
(Al-Bayurie│Hum)
Langganan:
Postingan (Atom)
Copyright © 2018 Proyek Perubahan Diklat PIM III
0 komentar: